Kecintaanku pada buku berawal dari sebuah hadiah istimewa yang diberikan seorang Bapak pada anaknya. Kala itu, Bapak memberikanku sebuah buku cerita fiksi tentang keluarga tikus, berjudul Timothy. Buku itu berwarna putih dihiasi gambar satu keluarga tikus sedang berpiknik di sebuah taman. Kertas yang digunakan itu sejenis kertas glossy sehingga ketika dibuka satu-satu, maka buku itu akan bercahaya dibawah lampu. Isi di dalamnya tak kalah menarik. Semua cerita disertai dengan gambar-gambar full color yang lucu.
Persis seperti ilustrasi gambar bukunya, buku itu memang menceritakan Timothy dan keluarganya yang berencana berpiknik. Bagiku yang saat itu masih berusia 5 tahun, sebuah buku cerita dengan kertas yang mengkilap, dipenuhi gambar keluarga tikus yang berwarna-warni, nampak sangat menarik dan mendorongku untuk ingin segera membacanya. Karena saat itu aku belum lancar membaca, kakak ku dengan sukarela membacakan isi cerita dari buku itu dengan suara dia yang dibuat lucu mencoba meniru suara tikus ketika mengoceh riang. Aku pun tertawa dan kegirangan sekali.
Sejak saat itu, aku jatuh cinta pada buku cerita. Semangatku untuk membaca buku terus menggebu-gebu, sehingga Bapak atau Kakak-kakak ku akan dengan senang hati membelikan aku buku cerita. Seri dongeng malam, seri cerita si Mio kucing kecil yang sholeh dan cerdas, dan masih banyak lagi.
Sampai suatu saat, Kakak ku membelikan satu paket komik serial cerita Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, aku sudah mulai belajar di SD dan aku sudah bisa membaca. Bagiku, saat itu komik masih menjadi buku yang sedikit asing. Kumpulan kolom bergambar dengan bubble berisikan tulisan mungil-mungil sebagai indikasi percakapan tokoh di komik membuatku sedikit kebingungan untuk membacanya. Alhasil, aku pun hanya meihat gambar-gambarnya saja. Setelah itu, aku meminta kakak ku mengajari bagaimana membaca komik itu. Dia mengajariku dimulai dari mana aku harus membacanya dan aku pun mulai tenggelam dengan komik serial Nabi Muhammad SAW itu. Dan inilah awal mula aku jatuh cinta dengan komik.
Saking sukanya dengan komik, saat aku di SMP, aku bisa menghabiskan banyak waktu untuk membaca bertumpuk-tumpuk komik. Alhasil, aku hampir setiap hari sepulang sekolah meluangkan waktu untuk pergi ke sebuah Taman Baca di sudut komplek perumahan dekat Alun-alun Sumedang. Uang jajan sengaja tidak kuhabiskan untuk membeli makanan di sekolah. Aku sisakan untuk menyewa komik-komik favoritku. Bisa dibilang, aku berubah menjadi seorang anak perempuan yang gila dengan komik. Pulang sekolah, langsung berlari ke kamar, tanpa mengganti seragamku terlebih dahulu, aku membaca komik-komik yang sebelumnya aku sewa. Setiap kali meminjam komik, aku bisa meminjam 10 sampai 12 komik. Pernah lebih dari itu, kadang juga kurang dari itu tapi bukan karena aku sedang malas baca, melainkan belum ada komik baru yang menarik untuk kubaca.
Aku bisa lupa dengan makan hanya gara-gara baca komik. Sering sekali aku ditegur oleh ibu atau babeh. Tapi, namanya juga udah kecanduan, untuk bisa berhenti aku perlu proses yang panjang. Efek buruknya, minus aku bertambah. Tapi, tidak pernah menurunkan semangat bacaku. Sampai aku beranjak menjadi seorang murid SMA. Aku mengurangi konsumsi membaca komik bukan karena aku bosan dan merasa bahwa anak SMA sudah bukan jamannya lagi baca komik. Alasannya sederhana, aku tidak bisa menemukan taman bacaan selengkap yang aku temukan di Sumedang. (SMA aku pindah ke Subang, karena babeh sudah pensiun dan kami kembali berkumpul dirumah kami sebelumnya di Subang).
Awal-awal aku mencoba membiasakan diri. Keinginan untuk membaca komik membuatku uring-uringan. Akhirnya, aku memutuskan untuk mencoba membaca novel-novel teenlit. Ternyata modalnya lebih besar soalnya aku harus membeli novel-novel itu. Well, bukan aku sih yang membayar, tetap babeh yang membayar. Hehe... akhirnya, masa SMA aku habiska dengan tergila-gila pada novel. Semua novel aku lahap, mau tebal mau tipis. Mau fiksi fantasi, atau cerita romantis, semua aku lahap.
Dan terus begitu, sampai sekarang aku kuliah tahun keempat, dan kecintaanku pada buku tak pernah surut. Malah semakin membesar. Apalagi aku dituntut untuk banyak membaca oleh dosenku. Bedanya, masa kuliah ini tidak hanya aku habiskan untuk membaca cerita-cerita fiksi, aku pun fokus pada buku-buku berbahasa Inggris sebagai bahan perkuliahan. Boring, iya. Namun, aku tetap membaca buku-buku itu. Buku memang gudang segala ilmu, membuka cakrawala yang lebih luas, membuatku berpandangan lebih luas dan lebih cerdik lagi. Seperti yang pernah Allah wahyukan pada Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya melalui Jibril. Kalimat “Bacalah...bacalah...” terus dan terus berulang. Maka, bacalah Qur’an, buku dan apapun yang bisa membuka cakrawala kita semua.
X.O.X.O Chirpy Girl
X.O.X.O Chirpy Girl
No comments:
Post a Comment